KETERKAITAN KOPERASI SEKUNDER DENGAN KOPERASI PRIMER ANGGOTANYA

KETERKAITAN KOPERASI SEKUNDER DENGAN KOPERASI PRIMER ANGGOTANYA

Koperasi primer ialah koperasi yang yang minimal memiliki anggota sebanyak 20 orang perseorangan. Undang-undang No. 25 Tahun 1992 pasal 16 tentang perkoperasian mengatur mengenai penjenisan koperasi salah satunya adalah koperasi produsen.Koperasi produsen merupakan koperasi yang beranggotakan para produsen barang dan memiliki usaha rumah tangga.Usaha koperasi jenis ini adalah menyelenggarakan fungsi penyedia bahan/sarana produksi, pemrosesan dan pemasaran barang yang dihasilkan anggota selaku produsen. Koperasi adalah merupakan gerakan ekonomi rakyat juga sebagai badan usaha. Keduanya berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun debagai usaha bersma berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Agar cita-cita luhur koperasi mencapai hasil sesuai visi dan misi, pemerintah dan seluruh rakyat memiliki tugas dan tanggung jawab bersama dalam membangun Koperasi. Koperasi sendiri, perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional. Tentang Koperasi Primer dan Sekunder pebeedaannya adalah terletak pada “keanggotaan”: Koperasi primer anggotanya adalah orang-seorang dan Koperasi Sekunder anggotanya terdiri (organisasi) Koperasi. Dengan pemahaman yang lain, Koperasi Sekunder dibentuk oleh beberapa Koperasi Primer yang kemudian menggabung menjadi satu dan membentuk koperasi baru.

Fungsi koperasi sekunder secara spesifik menurut UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 adalah (1) Berfungsi sebagai jaringan dengan sekurang-kurangnya 3 anggota untuk menciptakan skala ekonomis dan posisi tawar, dan (2) Berfungsi sebagai ”subsidiaritas” dimana bisnis yang dilaksanakan anggota (koperasi primer) tidak dijalankan oleh koperasi sekunder sehingga tidak saling mematikan. Juga menurut undang-undang tersebut, koperasi sekunder didirikan oleh dan beranggotakan koperasi primer dan/atau koperasi sekunder berdasarkan Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder Dengan Koperasi Primer Anggotanya (Togap Tambunan dan Jannes Situmorang) kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi. Koperasi sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun koperasi berbagai jenis atau tingkatan. Koperasi sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi primer.

Undang-undang tersebut memberikan peluang kepada gerakan koperasi untuk mendirikan koperasi pada berbagai tingkatan sesuai kebutuhannya. Hal ini kemudian menyebabkan terbentuknya banyak koperasi primer dan koperasi sekunder. Selama ini koperasi-koperasi sekunder terus terbentuk dan bertumbuh dengan berbagai aktivitas. Namun eksistensi dan keterkaitan Namun eksistensi dan keterkaitan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer anggotanya hingga sekarang belum diketahui pasti. Juga belum diketahui peran koperasi sekunder menjalankan fungsi-fungsinya kepada koperasi primer anggotanya dan sebaliknya koperasi primer menjalankan kewajibannya kepada koperasi sekunder. Karena itu, diperlukan kajian untuk mengetahui sejauhmana keterkaitan koperasi sekunder dengan koperasi primer anggotanya.

Untuk melengkapi tulisan tentang Koperasi yang sudah ada berikut ulasan tentang Koperasi Primer dan Sekunder sebagaimana UU 25/1992 tentang Perkoperasian.

Pasal 15 “Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder”.

Penjelasan Pasal 15 : Pengertian Koperasi Sekunder meliputi semua Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi Primer dan/atau Koperasi Sekunder. Verdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi. Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh Koperasi sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal Koperasi mendirikan Koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan, seperti selama ini yang dikenal sebagai Pusat, Gabungan, dan Induk, maka jumlah tingkatan maupun penamaannya diatur sendiri oleh Koperasi yang bersangkutan.

Pasal 1 ayat 3 “Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang”. ayat 4 “Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi”.

Pasal 6

  • Koperasi Primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang.
  • Koperasi Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi.

Penjelasan Pasal 6, ayat (1): “Persyaratan ini dimaksudkan untk menjaga kelayakan usaha dan kehidupan Koperasi. Orang-seorang pembentuk Koperasi adalah mereka yang memenuhi persyaratan keanggotaan dan mempunyai kepentingan ekonomi yang sama”.

Pasal 18

  1. Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga Negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hokum atau Koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
  2. Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa yang persyaratan, hak, dan kewajiban keanggotaannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

Penjelasan Pasal 18, ayat (1) : “Yang dapat menjadi anggota Koperasi Primer adalah orang-seorang yang telah mampu melakukan tindakan hokum dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Koperasi yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan sebagai konsekuensi Koperasi sebagai Badan Hukum. Namun demikian khusus bagi pelajar, siswa dan/atau yang dipersmakan dan dianggap belum mampu melakukan tindakan hokum dapat membentuk Koperasi, tetapi Koperasi tersebut tidak disahkan sebagai badan hokum dan statusnya hanya Koperasi tercatat”.

Penjelasan Pasal 18, ayat (2) : “Dalam hal terdapat orang yang ingin mendapat pelayanan menjadi anggota Koperasi, namun tidak sepenuhnya dapat memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar, mereka dapat diterima sebagai anggota luar biasa. Ketentuan ini memberi peluang bagi penduduk Indonesia bukan warga Negara dapat menjadi anggota luar biasa dari suatu Koperasi sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Refrensi

https://tunas63.wordpress.com/2008/10/22/uu-251992-koperasi-primer-dan-sekunder/

http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/view/56/232

 

 

Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar